Friday, July 29, 2011

Isi Hati

Papa, mama. Maaf yah kalo selama ini aku belum bisa menjadi yang terbaik buat kalian. Tapi aku akan selalu berusaha menjadi yang terbaik dan tak mengecewakan kalian. Aku sungguh mengasihi kalian. Tanpa kalian aku tak akan pernah ada. Kalian adalah anugrah terindah dalam hidupku. Tak pernah ku mampu tanpa kalian.  Hidupku untuk kalian, semuanya. Doakan aku menjadi yang tersukses diantara yang sukses. Menjadi seorang yang selalu berpakaian putih dan di lehernya bergantung stetoskop adalah impianku. Aku akan lakukan apapun untuk menggapain itu semua.

My Cerpen "Pengantin Substitusi"


***
            Penantian. Itulah yang terjadi pada diriku saat ini. Aku tak tahu sampai kapan aku akan terkurung di dalam penantian yang tak berujung ini.
            Ya, aku memang sedang menantikan seseorang yang pernah mengisi relung hatiku. Menghiasi setiap bentang waktu yang berjalan dalam hari-hariku. Aku sangat menyayanginya. Tapi karena keegoisannya ia memilih untuk pergi.
            Rangga. Ya, dia Rangga.
            ***                                                            
            Ku langkahkan kakiku menyusuri stasiun sore itu. Ya, di tempat inilah ia terakhir melambaikan tangan padaku. Meninggalkan sejuta janji yang entah kapan akan terpenuhi.
            Aku terus berjalan di antara lalu lalang manusia, diantara deru raungan kereta api. Pandanganku menyapu tiap detail sudut stasiun, berharap sosoknya akan muncul. Tapi lagi-lagi aku harus kecewa. Tak mampu lagi kusimpan kekecewaan dalam wajahku.
            Sampai kapan aku akan begini? Setiap minggu aku mengunjungi stasiun ini, tapi setiap minggu pula aku harus menahan keputusasaan. Tapi kerinduanku padanyalah yang memrobohkan keputusasaan itu.
            Semilir angin sore menghantarkanku duduk di salah satu bangku stasiun. Aku duduk bersebelahan dengan seorang bapak-bapak yang sedang membaca koran. Ia tampak hanyut dalam bacaannnya. Hmm, sungguh mengasyikkan pikirku.
            Tiba-tiba sebuah pesan masuk, menggetarkn handphoneku hingga membuat tanganku terulur mengambilnya. “Cepat Pulang !” begitulah isi pesan itu. Dari ibu.
            Aku tahu, aku tidak mungkin lupa. Hari ini akan ada pertemuan keluargaku dengan keluarga Hadi Karisma. Membicarakan perjodohan kakakku, Kak Rinda dengan anak Pak Hadi Karisma itu. Beliau relasi bisnis ayah.
            Zaman memang mudah sekali berputar, hingga dengan mudahnya saat ini harus kembali ke zaman Siti Nurbaya. Kasihan Kak Rinda, ia tak pernah setuju dengan perjdohan ini. Ia hanya ingin laki-laki pilihannya, bukan laki-laki pilihan ayah dan ibu.
            Aku mulai beranjak. Akhirnya kulangkahkan kaki meninggalkan stasiun. Namun sekali lagi pandanganku menyapu setiap sudut stasiun. Terkesan konyol memang, tapi aku tak bisa menahan gejolak dalam hatiku ini.
            ***
            Setelah membayar ongkos taksi, aku bergegas masuk.
            “Aku terlambat.” Kalimat itulah yang pertama kali muncul di benakku saat aku masuk ke dalam rumah. Ternyata keluarga Hadi Karisma sudah bercengkerama bersama ayah dan ibu.
            “Aura, kemana saja kau nak? Kami sudah menunggumu.” Kata ibu saat melihatku.
            “Maaf Bu, aku ada urusan.” Jawabku datar.
            “Ya sudah, sekarang panggil kakakmu di kamarnya. Dari tadi ia belum turun juga.” Sahut ayah. Aku hanya mengangguk, lantas bergegas aku ke kamar Kak Rinda. Perasaanku tak enak. Aku menapaki setiap petak tangga dengan perasaan galau.
            “Kak Rinda, ayah dan yang lain sudah menunggu kak.” Kataku sambil mengetok pintu kamar Kak Rinda. Tapi tak ada jawaban. Tak ada sedikitpun suara yang terdengar. Lalu kucoba untuk membuka pintu. Ternyata tidak dikunci. Tanpa pikir panjang akupun masuk.
            Tak kutemukan sosok Kak Rinda. Kosong. Aku bingung, hingga aku melihat sepucuk surat tergeletak di meja riasnya.
            Tanganku bergetar membukanya. Hingga akhirnya aku tahu apa isi surat itu.
            Maafkan Rinda, ayah ibu. Rinda tidak bisa menjadi yang terbaik. Rinda ingin kehidupan yang sesuai dengan keinginan Rinda. Rinda ingin pilihan Rinda sendiri. Maafkan Rinda.
                                                                                                                        Rinda
            Bergegas aku berlari turun. Lalu kubisikkan apa yang sudah terjadi pada ayah dan ibu. Tak ayal  ayah dan ibu pun panik, tentu hal ini membuat keluarga Hadi Karisma heran. Tapi ayah dan ibu berusaha untuk tidak memberitahu terlebih dahulu. Lalu ayah dan ibu mengajakku ke atas. 
            ***
            “Bagaimana ini, yah? Kita bisa malu.” Seru ibu saat selesai membaca surat Kak Rinda.
            “Rinda sudah membuat kita kecewa Bu. Kalau begini nasib kita bagaimana?” jawab ayah dengan tak kalah panik.
            “Perusahaan kita bisa hancur, yah. Kita bisa bangkrut kalau kita tidak berrelasi dengan baik dengan Keluarga Pak Hadi. Mereka akan kecewa.” Sahut Ibu.
            Aku hanya bisa diam. Aku juga tak menyangka semua akan seperti ini. Semua diluar dugaanku.
            Tapi entah angin apa yang merasuki pikiran ayah hingga ayah memberikan jawaban yang membuat otakku serasa buntu.
            “Perjodohan ini harus tetap dilaksanakan. Biarlah Aura yang menggantikan Rinda. Bagaimana menurut ibu?”
            “Ya, mungkin ini satu-satunya jalan. Kau mau kan Aura? Ini demi keluarga kita dan demi perusahaan kita.” Kata ibu.
            Praaang. Dunia ini serasa akan runtuh. Gila. Semua ini sungguh gila. Mengapa harus aku? Apa yang harus aku lakukan?
            “Ayah mohon Aura.” Kata ayah kemudian.tapi sungguh diluar dugaanku, ayah berlutut di depanku. Jika begini, aku tak punya pilihan lain.
            “Baiklah ayah, demi kalian.” Jawabku sembari melanting ayah berdiri. Merekapun memelukku.
            Mungkin ini takdirku. Aku tak pernah punya pilihan. Lalu bagaimana dengan Rangga? Lalu apa gunanya aku selalu menantinya jika semua harus seperti ini? Ah entahlah.
            ***
            Saat kami turun, keluarga Hadi Karisma sungguh heran. Mereka pun bertanya-tanya apa yang telah terjadi. Lalu ayahpun menjelaskan semuanya. Termasuk ide konyol, tentang aku yang akan menggantikan Kak Rinda.
            Entah ada apa dengan hari ini? Hari ini gila. Hingga membuat semua orang juga gila.
            Tak hanya ayah yang hampir membuat duniaku runtuh, tapi juga Pak Hadi Karisma. Diluar dugaanku, beliau menerima ide ayah itu dengan senang hati. Begitu pula anak laki-lakinya.
            Apa-apan ini? Apa mereka cuma main-main dengan perjodohan ini? Mengapa sepertinya mereka tak masalah menerima begitu saja akan siapa yang akan dijodohkan dengan anaknya? Aku pusing. Ingin rasanya aku berteriak. Ingin rasanya aku lenyap dari bumi ini.
            ***
            “Baiklah, Pak Bu. Kita tinggalkan saja mereka berdua disini. Kita membahas masalah perusahaan kita saja di belakang.” Sahut ibu mengakhiri diskusi konyol itu.
            “Oh, mari.” Jawab Pak Hadi Karisma. Dan merekapun beranjak.
            Kini tinggal ada aku dan anak laki-laki Pak Hadi Karisma itu. Kami duduk berhadapan. Ia menatapku, lalu tersenyum. Kuakui senyumnya manis, tatapan matanya juga meneduhkan jiwa. Sepertinya dia lelaki baik-baik.
            “Bisma Karisma.” Itulah kalimat pertama yang dia utarakan sembari mengulurkan tangan.
            “Aura Indraguna.” Jawabku sambil membalas uluran tangannya.
            Kehangatan tangannya mengantarkan impuls-impuls keakraban ke dalam pikiranku.
            Dan itulah awal perkenalanku dengan laki-laki bernama Bisma Karisma itu. Perkenalan yang cukup menyenangkan, pikirku.
            ***
            Waktu terus berjalan tak bisa kuhentikan.
            Keluargaku dan keluarga Hadi Karisma hanya memberiku waktu satu bulan untukku dan Bisma saling mengenal satu sama lain. Sungguh singkat. Bahkan sangat singkat. Tapi apa daya? Aku tak mampu lakukan apa-apa.
            Dan akhirnya pernikahan yang tak pernah aku harapkan itu tiba. Aku nampak anggun dengan pakaian pengantinku. Andai saja yang nanti berada disampingku itu Rangga, pasti jauh lebih indah. Tapi ini tidak.
            Kini aku telah resmi menjadi Nyonya Bisma Karisma, seorang pengusaha sukses yang terkenal. Bangga? Ah, tidak aku merasa biasa saja.
            Aku menatap nanar tiap tamu yang berdatangan. Aku juga harus  selalu tersenyum pada tiap tamu yang menyalamiku. Mungkin wajahku terlihat sangat bahagia, tapi hatiku tidak.
            “Selamat menempuh hidup baru.” Kata-kata itu hampir selalu kudengar. Mungkin kata-kata itu indah bagi mereka, tapi telingaku sungguh miris mendengarnya.
            ***
            “Kalau kau, belum siap dengan semua ini kau boleh tinggal sementara waktu dengan orangtuamu.” Kata Bisma saat pesta pernikahan itu usai.
            “Aku sudah cukup dewasa, jadi aku tahu dimana aku harus berada.” Jawabku datar.
            “Oh baiklah.”
            “Kenapa kamu mau dijodohkan denganku? Bukannya seharusnya kau dijodohkan dengan Kak Rinda?” tanyaku pada Bisma kemudian.
            Ia tersenyum, lalu berkata, “Aku tak punya pilihan. Aku selalu gagal dengan pilihanku. Kini biarlah orangtuaku yang memilih. Jadi siapapun dia, aku terima. Kau ataupun kakakmu itu tak masalah bagiku.”
            Sungguh penjelasan yang aneh. Heran, itu yang kurasakan kini.
            ***
            Ternyata semua tak seburuk yang kubayangkan. Aku dan Bisma cukup bahagia. Meskipun ia lebih sering sibuk dan berada di luar rumah.
            Kini genap satu tahun aku menikah dengannya. Tak terasa.
            Dan malam ini Bisma mengajakku untuk dinner di salah satu restauran terkenal. Ia mengatakan jika ia ingin merayakan usia pernikahan kita yang sudah berjalan satu tahun.
            ***
            Dengan dress selutut berwarna ungu cerah aku berangkat bersama Bisma yang mengenakan kemeja abu-abu dan blazer. Dia nampak elegan malam ini. Aku suka.
            Pukul 18.00 kami berangkat. Mobil kami melaju membelah keramaian kota. Diantara kendaraan yang juga berlalu lalang.
            Tak sampai 20 menit, kami sampai di restauran yang kami tuju. Sepertinya tak terlalu ramai malam ini. Syukurlah.
            Setelah kami duduk, kamipun memesan makanan. Semua berjalan tenang dan menyenangkan. Tapi semua itu berubah, saat tiba-tiba ada seseorang yang mengahampiriku.
            “Aura? Ternyata kau disini? Aku sangat merindukanmu.” Kata seseorang yang tiba-tiba langsung memelukku erat.
            “Rangga?” ungkapku terkejut.
            “Iya ini aku. Aku kembali, Aura.” Jawabnya sembari mengecup keningku.
            Aku melihat ekspresi Bisma yang tak karuan di sampingku. Ia membuang muka.
            “Apa-apaan kamu Rangga? Aku sudah menikah, dan dia suamiku.” Kataku dengan sedikit berteriak.
            “Apa? Jadi kamu?”
            “Iya Rangga, kau terlambat. Padahal sudah sekian lama aku menunggumu.”
            “Ayo kita pulang !” bentak Bisma padaku, lalu ia menarik tanganku kasar.
            ***
            “Apa maksud semua ini, Aura?” seru Bisma sesampainya di rumah. Ia terlihat sangat marah. Sangat.
            “Aku benar-benar tak tahu Rangga akan datang. Aku benar-benar tak tahu Bisma.” Jawabku pelan.
            “Jadi dia laki-laki yang pernah kau ceritakan padaku dulu?” tanya Bisma.
            Aku hanya mengangguk. Tak kuasa air mataku menetes deras di pipiku.
            “Bodoh. Sial.” Umpat Bisma.
            Lalu Bisma terdiam cukup lama.
            “Baiklah, aku memutuskan supaya kita pindah saja ke Singapura. Biar ayahku yang mengurus perusahaan disini. Dan aku yang akan mengurus perusahaan ayah di Singapura.” Kata Bisma kemudian.
            “Apa? Tapi........”
            “Sudahlah, aku ingin kita hidup tenang. Tanpa gangguan dari masa lalu.”
            “Tapi kan kita bisa selesaikan dengan baik-baik.”
            “Itu sudah menjadi keputusanku. Besok kita berangkat.”
            Lalu Bisma beranjak pergi. Kini aku benar-benar tak tahu apa yang harus aku lakukan. Kehidupanku semakin pelik.
            ***
            Hari ini aku akan meninggalkan Indonesia. Meninggalkan semua kenangan yang tersisa.
            Setelah mengemas barang, kamipun berangkat. Tapi kami akan terlebih dahulu pamit pada ayah dan ibu.
            Saat aku berpamitan dengan ibu, sungguh terasa berat ia melepasku. Tapi ia juga tak punya pilihan. Aku sudah memiliki kehidupan sendiri. Sebenarnya aku juga ingin berpamitan dengan Kak Rinda, tapi ia belum juga pulang hingga kini. Padahal aku sangat merindukannya.
            Setelah berpamitan, kami segera menuju bandara. Ayah dan ibu memang tak bisa mengantar kami ke bandara karena ada urusan. Ya sudahlah, tak apa.
            ***
            “Pesawat Garuda Airlines dengan tujuan Singapura, akan take off 10 menit lagi.” Demikianlah pengumuman yang kami dengar saat barang kami selesai diperiksa.
            “Ayo Aura, nanti kita bisa telat.” Kata Bisma.
            “Ya.” Jawabku.
            Lantas kami mempercepat langkah kami.
            ***
            “Aura, taukah kamu jika aku kini menyadari bahwa aku menyayangimu.” Kata Bisma saat kami sudah berada di pesawat.
            Aku sungguh terkejut dengan apa yang dikatakan Bisma. Apa dia serius dengan kata-katanya? Tapi sesungguhnya aku juga tak bisa memungkiri jika benih-benih cinta itu mulai hadir di hatiku.
            “Aku juga, Bis. Aku menyayangimu.” Jawabku kemudian.
            Lalu ia mengusap pipiku lembut, dan menarik daguku. Ia mendaratkan kecupan manis di bibirku. Tapi tiba-tiba semua menjadi gelap.
            ***
            “Pesawat Garuda Airlines dengan tujuan Singapura kemarin, jatuh di perairan Sumatra. 20 orang tewas dan 36 orang lainnya hilang.”
            Demikianlan bunyi headline news hari ini. Berita itu menghiasi berita-berita di televisi maupun koran. Tak ada yang menyangka.
            Tak ayal, berita itu pun menggemparkan keluarga besar Indraguna dan keluarga besar Karisma. Tak terkecuali, juga seorang anggota keluarga Indraguna yang selama ini menghilang. Rinda Indraguna. Ia sangat menyesal. Sangat.
            Tapi semua telah terjadi.

Monday, July 25, 2011

Puisi "DIA"

          Saat pertama menatap
          Keindahan berada di balik matanya
          Tak sedikitpun tersingkap
          Membuat sisi pandang berbeda
          Perlahan sebelah mata membuka
          Temukan satu titik berbeda
          Ada celah tak terduga
          Membuat rasa ingin membuka
          Ternyata ada setitik keindahan disana
          Membuat hati berlari menghampiri
          Ingin tahu lekuk likunya
          Memang, semua indah di akhir pencarian

Saturday, July 23, 2011

Ini Aku

Aku gadis berkelahiran Purworejo 7 Mei 1994 berzodiak Taurus yang sangat hobi menulis terutama fiksi, yang juga sangat hobi membaca buku. Aku bukanlah gadis luar biasa yang banyak dikagumi orang tapi aku hanya berusaha menjadi yang teristimewa. Aku suka sekali dengan kartun snoopy, bentuknya yang lucu membuatku menyukainya. Aku juga gadis penyuka cokelat yang manis, meski banyak orang bilang aku juga manis. Yah, cocok dengan kulitku yang cokelat sawo matang. Aku penyuka warna ungu, putih dan pink. Aku juga penyuka ayam bakar serta buah durian.

My Experience


WET DAY
I had an experience. This was my exciting experience in my life. And I didn’t can forget my experience. I also felt proud, because God gave this experience to me.
This experience happened when I still in Junior High school.
Well, that day was Saturday. It was my birthday. And, I got up at 06.30. Then I took a bath. After that I wore my uniform and I went to the school.
When I arrived in the school, I felt nothing. But, when I met with my friend, they didn’t spoke to me. I didn’t knew, what happen. Then I said in my heart that why my friend had a strange behavior.
I was sure, if my friend knew about my birthday. But…….they didn’t say to me, “Congratulation!” Then I thought that my friend didn’t remember my important day.
But, I followed this day with enjoy. Every time, I waited. But nobody said to me about my birthday. And when the time was up, suddenly one of my friends said to me, “You must ready!” Then I repeated, “Why? By the way, what happen?” but my friend didn’t repeat.   
Then the bell was ring. It means that the time was up. Then I went home, and I walked in front of my class. Suddenly, my friends watered me with the water. Then all of them said to me, “Happy Birthday! We hope you will always remember us.” I was frightened.
Firstly, I was angry. But I was conscious if they want to make me happy. Although, my uniform was wet and I felt cold but I was happy. And this was my unforgettable experience in my life. I promised if I will become to be their best friend. Thank you my friend. I loved you so much.  

Friday, July 22, 2011

My Cerpen "Baikan, Please !?!

    
            “Cepat turunkan barang dari bus dan segera dirikan tendanya, ya !” perintah Kak udi setibanya di bumi perkemahan.
            “Ayo cepetan turunin barang kita !” seru Denisa pimpinan sangga Perintis 1 pada Bhybil, Nhana, Lifia, Ayu, Vani dan Yani teman satu sangganya.
            “Iya-iya.” Jawab Lifi dan Ayu kompak.
            Sementara itu di tempat terpisah,
            “Woey, ayo diangkat nich barangnya !” komando Rafael pimpinan sangga Pendobrak 8 pada Bisma, Morgan, Rangga, Ilham, Reza dan Dicky teman satu sangganya.           
            “Sabar dikit napa, Raf. Lo kira kita nggak capek apa.” Kata Rangga.
            Ya memang hari ini SMA Bakti Nusa tempat Denisa cs dan Rafael cs bersekolah sedang mengadakan kemah bakti untuk kelas X.
            ***
            Setelah semua barang diturunkan dari bus masing-masing, semua anak langsung sibuk mendirikan tenda mereka. Mereka bergotong royong satu sama lain.
            “Eh pagar kita mana ya?” tanya Vani.
            “Tau deh, kaykanya masih ada di tempat penurunanbarang deh.” Jawab Yani.
            “Oke, gue aja yang ambil.” Sahut Denisa.
            Lalu Denisa bergegas melangkah ke tempat penurunan barang.
            “Nah ini pagarnya.” Seru Denisa. Tapi saat dia akan mengambil tiba-tiba ada seseorang yang mengambilnya lebih dulu.
            “Ini punya sangga gue tau.” Kata Rafael.
            “Enak aja, ini tuh punya sangga gue. Jangan asal ngomong deh lo.” Balas Denisa.
            Maka terjadilah perebutan pagar antara Denisa dan Rafael. Tak ada satupun diantara keduanya yang mau mengalah.
            “Eh ini tuh punya sangga gue. Lihat deh namanya.” Kata seorang anak lain yang tiba-tia datang.
            “Ini tulisannya pendobrak 6.” Lanjut anak itu sambil menunjukkan tulisannya.
            Sontak Rafael dan Denisa saling bertatapan kaget.
            “Nis, ternyata pagarnya ada di bawah tikar jadi nggak kelihatan.” Seru Nhana dari kejauhan.        Tak lama berselang tiba-tiba ada yang berseru juga.
            “Raf, pagar kita ada di petak sangga sebelah.” Seru Bisma dari kejauhan.
            “Hahahaha.” Semua anak langsung tertawa, menertawakan peristiwa konyol antara Rafael dan Denisa.
            “Dasar cowok nyebelin !” seru Denisa pada Rafa.
            “Week.” Balas Rafa sambil menjulurkan lidah. Lalu mereka pun balik ke tempat asal mereka. Hehe.
            Ya seperti itulah Denisa dan Rafael, mereka sama-sama tidak suka satu sama lain. Tak hanya mereka berdua tapi juga kawan-kawan mereka. Pertengkaran dan ejekan selalu mewarnai hari-hari mereka di sekolah. Jika Denisa cs menganggap jika Rafael cs hanya cowok-cowok nyebelin sok kegantengan yang suka TP-TP alias tebar pesona ke semua cewek sebaliknya Rafael cs menaganggap Denisa cs cewek-cewek genit yang sok kecantikan.
            ***
            Sekitar pukul 12.00 WIB semua tenda sudah berdiri. Dan para murid pun diperkenankan untuk istirahat. Tak terkecuali Denisa cs. Kini mereka sedang berkumpul bersama di tenda mereka.
            “Gue kesel banget deh sama si Rafael. Bikin gue malu aja.” Kata Denisa.
            “Nggak Cuma lo kali, Nis. Dia juga pasti ,malu banget.” Sahut Bhybil.
            “Gimana kalo kita kerjain aja mereka. Gue jga sebel banget lihat tingkah mereka yang sok kegantengan itu.” Timpal Lifia.
            “Gue setuju, Lif. Tapi gimana caranya?” Sambung Ayu.
            “Gue ada ide. Gimana kalo kita kerjain pas hiking besok?” sahut Vina. Lalu yang lain pun langsung mendekat mendengarkan penjelasan Vina. Tapi sebenarnya saty ada diantara mereka  yang kurang setuju dengan rencana Vina. Ya, dia Nhana.
            ***
            Keesokan harinya matahari bersinar cerah, seolah juga ikut memberikan semangat pada anak-anak SMA Bakti Nusa untuk melakukan hiking pagi ini.
            “Setelah siap, segera menuju ke pelataran depan ya !” seru Kakak pembina.
            Semua anak langsung mempercepat persiapan mereka.
            Sementara itu di tenda sangga Perintis 1,
            “Gue buang sampah dulu ya, kayaknya udah penuh tuh.” Sahut Nhana.
            “Sip.” Jawab Denisa sambil mengacungkan jempol.
            Bergegas Nhana melangkah untuk mebuang sampah. Tapi saat ia melewati tenda Pendobrak 8 ia melihat Dicky sedang duduk-duduk di depan tenda. Tanpa sengaja mata mereka pun bertemu. Dan senyuman manis pun terukir di bibir mereka.
            Ya ampun Dicky manis banget sich, gumam Nhana sambil terus menatap Dicky.
            Si Nhana ramah banget, kok gue jadi cenat cenat lihat dia ya, bisik Dicky dalam hati.
            “Nhana cepetan !” seru Yani.
            “Oh iya, iya.” Jawab Nhana yang baru saja tersadar dari lamunannya.
            ***
            “Oke, siap ya buat step pertama.” Kata Vina memberi aba-aba, dan yang lain pun menjawab dengan acungan jempol.
            “Tenda mereka sepi deh. Kayaknya mereka lagi mandi atau kemana.” Kata Bhybil sambil mengawasi tenda Rafael cs.
            “Oke, ayo lancarkan aksi.” Kata Denisa.
            Mereka bertujuh pun langsung bergegas menuju ke tenda Rafael cs. Dengan sigap mereka segera menyembunyikan sepatu mereka. Ada yang di taruh di dalam tempat sampah, lalu di dalam kardus aqua mereka dan masih banyak lagi. Tapi Denisa cs hanya menyembunyikan sebelah sepatu Rafael cs tidak semua. Tapi ada satu yang tidak ikut menyembunyikan sepatu Rafael cs, yaitu Nhana. Dia merasa tidak tega. Entah merasa tidak tega pada Rafael cs atau hanya dengan Dicky. Entahlah.
            “Ok, beres. Ayo kita balik ke tenda. Pokoknya gue jamin mereka bakal dapat undian terakhir waktu hiking dan mereka bakal jadi yan paling belakang. Haha.” Kata Lifia.
            “Tapi kita harus rela jadi kelompok kedua dari belakang. Nggak apa-apa ya ntar kita balap yang lain ntar kalo nggak gitu kita nggak bisa balik tanda, dan cowok-cowok sok itu jadi mulus jalannya.” Timpal Ayu.
            “Okelah.” Kata mereka bersama-sama.
            “Rasain tuh mereka.” Sahut Vina. Lalu mereka pun tos bersama ala mereka.
            ***
            Kini saatnya kegiatan hiking dimulai. Banyak anak yang sudah berkumpul di pelataran depan basecamp pembina. Tapi seperti yang sudah direncanakan Denisa cs, anak-anak Pendobrak 8 alias Rafael cs kelabakan mencari sepatu mereka. Melihat semua itu tentu Denisa cs tertawa terbahak-bahak.
            “Lucu juga ya mereka. Haha.” Kata Denisa.
            “Iya, mereka berani sich sama kita-kita.” Sahut Vina.
            “Ya udah ayo kita turun ntar dimarahain pembina lagi.” Timpal Yani.
            “Ayok.” Jawab mereka kompak.
            Ya ampun kasihan Dicky, batin Nhana.
            “Lo kenapa, Nha?” tanya Bhybil.
            “Nggak apa-apa kok.” Jawab Nhana.
            “Kalo sakit bilang aja.” Timpal Lifia.
            “Nggak kok. Gue sehat.” Kata Nhana.
            ***
            Dan benar saja, kelompok Rafael cs menjadi kelompok terakhir dalam hiking. Dan seperti yang sudah direncanakan, Denisa cs menjadi kelompok kedua dari belakang alias berada di depan kelompok Rafael cs.
            Semua anak terlihat sangat gembira sekali. Mereka selalu bersendau gurau dan bernyanyi riang sepanjang perjalanan. Begitu juga dengan Denisa cs.
            “Eh ini belok ke kanan kan.” Seru Denisa di tengah perjalanan saat tiba di persimpangan jalan.
            “Iya tuh tandanya ke kanan.” Jawab Ayu.
            “Nah berarti ini saatnya. Kita puter tandanya ke kiri.” Sahut Vina sambil memutar tandanya.
            “Sip bagus.” Kata Lifia.
            “Ayo kita jalan lagi.” Ajak Bhybil.
            Duh kok sekarang aku jadi ngerasa kalo temen-temen itu jahat banget sama Rafael cs ya. Kan kasihan Dicky. Loh sebenernya gue kasihan sama semua atau  Dicky aja? Gumam Nhana.
            Mereka pun terus berjalan. Namun belum seberapa jauh, Nhana berhenti.
            “Emm, kawan kayaknya tadi uang gue jatuh deh di persimpangan jalan. Gue ambil dulu ya.” Kata Nhana.
            “Ya elah, Nha. Ya udah deh tapi jangan lama-lama. Cepetan !” jawab Denisa.
            “Oke deh.” Jawab Nhana. Lalu segera berlari ke persimpangan jalan yang tadi.
            Dan sungguh kebetulan ternyata Rafael cs belum melewati persimpangan itu.
            Kebetulan mereka belum lewat sini, gumam Nhana saat dia melihat Rafael cs dari kejauhan. Lalu Nhana segera memutar tandanya ke kanan seperti semula. Setelah itu ia kembali menuju ke kawan-kawannya.
            ***
            “Eh, kayaknya Rafael cs belum balik deh.” Kata Denisa setibanya kembali ke  bumi perkemahan.
            “Iya tuh.” Sahut Vina sambil celingak-celinguk di depan tenda.
            Lalu tak berapa lama kemudian,
            “Hai cewek-cewek genit.” Kata Reza saat melewati tenda Denisa cs.
            “Apa lo bilang?” sahut Vina.
            “Cewek genit.” Jawab Reza.
            “Nyebelin banget sich lo, sini gue hajar lo.” Kata Denisa.
            “Lo gue end !” kata Ilham. Lalu Rafael cs pun berlari balik ke tenda.
            “Eh kok mereka tepat waktu sich. Padahal kan seharusnya mereka kesasar. Aneh deh.” Kata Lifia.
            “Iya, emang siapa yang kasih tau mereka coba.” Timpal Yani.
            “Paling tandanya kena angin jadi belok lagi.” Sahut Nhana.
            “Iya kali. Gagal deh.” Sambung Denisa. Lalu mereka bersama-sama menepuk dahi mereka. Itu kebiasaan mereka kalo lagi gagal dalam sesuatu.
            “Eh, Nha kok lo nggak ikut?” kata Bhybil yang melihat Nhana tidak ikut ceremony mereka.
            “Oh iya sorry. Hehe.” Jawab Nhana lalu menepuk dahi.
            “Telat.” Kata yang lain bersama-sama.
            ***
            Malam tiba, kini saatnya acara api unggun dan pensi alias pentas seni. Semua anak sudah siap di pelataran basecamp pembina dan nampak kayu-kayu bakar juga teronggok di depan mereka.
            “Ayo semua duduk ya.” Kata Kak Budi mengawali. Semua anak duduk mengikuti komando.
            Setelah semua duduk, makan api pun segera dinyalakan. Dengan cepat api menyala diringin tepukan meriah dari anak-anak. Maka kehangatan pun menjalar ke tubuh mereka.
            “Baik, sekarang pentas seni ya. Untuk giliran pertama kami persilakan sangga Pendobrak 8 untuk unjuk gigi.” Kata Kak Budi lagi.
            Mendengar ucapan Kak Budi, Rafael cs pun langsung tersenyum menunjukkan gigi mereka masing-masing.
            “Yee, maju maksudnya.” Sambung Kak Budi.
            Lalu Rafael cs bergegas maju. Mereka akan mempersembahkan dance dan nyanyian alias mereka akan menjadi boyband. Lagu pun diputar dan mereka langsung memperagakan gerakan dance yang ciamik dan suara yang yahud. Sontak semua anak terutama yang cewek langsung histeris. Karena memang reputasi Rafael cs sebagai group cowok-cowok ganteng belum tergoyahkan di SMA Bakti Nusa.
            “Gitu aja histeris.” Kata Denisa.
            “Tau tuh, norak banget, biasa aja kali.” Timpal Vina.
            Malihat pemandangan seperti itu membuat Denisa cs jadi bete abis. Cuma Nhana yang nampak menikmati aksi Rafael cs. Jika dia bisa tentu dia juga akan histeris memanggil nama Dicky seperti anak-anak lain. Tapi tentu dia tidak bisa, kalau sampai dia melakukn itu tentu dia akan dibabat habis sama kawan-kawannya.
            “Kayaknya kita deh yang bakal jadi sangga terbaik untuk cowok.” Kata Morgan.
            “Iya donk, pastinya.” Sahut Dicky.
            “Iyalah soalnya kita kan nggak genit. Haha.” Timpal Bisma sambil menyindir Denisa cs yang tak jauh dari tempat mereka.
            “Heh lo pikir kita nggak bisa apa jadi sangga terbaik untuk cewek. Lihat aja nanti.” Seru Denisa geram.
            “Oh iya, wow.” Kata Morgan.
            “Bicara lagi gue cincang lo.” Sahut Vina sambil mengepalkan tangan.
            “Maknyuss.” Jawab Rangga. Lalu Rafael cs pun tertawa bersama melihat Denis cs yang bete abis plus darah tinggi.
            Denisa cs tentu naik darah mendengar perkataan Rafael cs. Tapi hanya Nhana yang sedari tadi lempar-lemparan senyum dengan Dicky. Bahkan sambil dha-dha juga, tapi sembunyi-sembunyi tentunya.
            ***
            Tiga hari berlalu. Sungguh terasa cepat, karena kegiatan di kemah kali ini seru sekali dan mengasyikkan. Tak akan bisa dilupakan pokoknya.
            Dan kali ini adalah pengumuman pemenang sangga terbaik. Ini adalah pengumuman yang sudah ditunggu-tunggu oleh semua anak. Mereka harap-harap cemas menunggu pengumuman itu.
            “Baiklah anak-anak. Sebelum kita kembali ke sekolah kita tercinta. Maka kami akan mengumumkan sangga mana yang akan menjadi sangga terbaik. Langsung saja ya, yang menjadi sangga terbaik putra adalah sangga..........Pendobrak 8. Selamat.”
            “Yeee.” Sorak Rafael cs. Lalu mereka pun maju.
            “Kok mereka sich, di atas angin deh tuh cowok-cowok tengil.” Kata Denisa.
            “Iya tuh. Ngapain juga mereka yang menang.” Sahut Bhybil.
            “Nah sekarang giliran sangga terbaik putri. Dan sangga yang beruntung itu adalah..........Perintis 1. Selamat.”
            “Horeee.” Sorak Denisa cs. Lalu mereka pun maju dan berdiri di samping Rafael cs.
            “Ihh kok mereka sich.”bisik Rafael.”
            “Tau tuh, makin genit deh tuh cewek-cewek.” Sahut Bisma.
            “Apa lo lihat-lihat? Naksir?.” Kata Denisa pada Rafael.
            “Idih ge-er banget sich. Orang mata juga mata gue.” Jawab Rafael.
            “Week.” Ejek  Vina pada Rafael cs sambil menjulurkan lidah.
            “Ngapain lo pamer lidah?” balas Rangga.
            “Ihh nyebelin banget sich.” Kata Bhybil.
            ***
            Setelah pengumuman selesai, maka semua anak segera kembali ke tenda dan bergegas membereskan tenda.
            Setengah jam berlalu. Semua tenda telah dibereskan dan kini mereka tinggal menunggu bus yang akan membawa mereka kembali ke sekolah tercinta.
            “Eh si Nhana mana sich? Kok semenjak tenda dibubarin tadi dia ngilang?” tanya Denisa sambi mencari Nhana.
            “Iya kemana tuh anak.” Sahut Yani.
            “Cari yuk, sekalin jalan-jalan untuk yang terakhir kali.” Usul Ayu. Yang lain pun langsung menyetujui usul Ayu dan mereka bergegas mencari Nhana.
            Di tempat terpisah,
            “Si Dicky kemana, Raf?” tanya Morgan.
            “Iya, tuh anak ngilang semenjak tenda dibubarin tadi.” Timpal Ilham.
            “Cari aja deh. Yuk” ajak Rafael.
            ***
            Rafael cs dan Denisa cs sama-sama mencari salah satu teman mereka yang tiba-tiba ngilang. Dan akhirnya mereka ketemu di tengah jalan.
            “Ngapain lo? Mau ngecengin kita?” kata Rafael.
            “Heh sorry ya, jangan ge-er deh. ” Balas Denisa.
            “Jangan-jangan lo yang mau godain kita?” timpal Vina.
            “Woe jaga tuh omongan lo. Kita mau Dicky bukan godain lo-lo pada.” Kata Reza.
            “Kita juga mau cari Nhana.” Kata Bhybil.
            “Itu kan mereka?” sahut Morgan sambil nunjuk ke suatu arah.
            “Iya itu kan Dicky. Ngapain lagi tuh anak mesra-mesaraan sama tuh cewek.” Kata Rafael.
            “Samperin.” Ajak Denisa.
            “Heh Dick, ngapain lo sama nih cewek? Mojok?” todong Rafael.
            “Hah kalian...emm gue.....gue.” jawab Dicky gugup.
            “Nha, jelasin ke kita,” sahut Denisa.
            “Sorry ya kawan selama ini gue itu ada perasaan sama Dicky. Sorry kalo gue ngekhianatin kalian.” Jawab Nhana.
            “Wah nggak prend lo.” Timpal Lifia.
            “Gue juga minta maaf ya, gue sebenernya suka sama Nhana.” Kata Dicky.
            “Parah lo.” Sahut Bisma.
            “Begini deh, mending kalian maafan aja. Ngapain sich berantem terus cape tau. Dosa lagi.” Kata Nhana.
            “Mereka dulu donk yang minta maaf.” Jawab Denisa.
            “Enak aja, kalian dulu donk.” Balas Rafael.
            “Udah deh tinggal maafan aja susah. Ayo kalian ulurin tangan kalian. Cepet.” Perintah Dicky.
            Sebenarnya mereka semua heran tapi mereka nurut aja.
            “Nah kalo udah, sekarang salaman. Terus bilang maaf sama-sama.” Lanjut Dicky.
            Merekapun salaman dan bersama-sama bilang maaf.
            “Nah gitu donk. Sekarang udah nggak berantem lagi kan?” tanya Nhana.
            “Iya deh, gue juga capek musuhan mulu.” Jawab Denisa.
            “Kita juga.” Kata Rafael.
            “Sip deh, kalo gitu sekarang kita plend. Ok?” sahut Bisma.
            “Oke.” Jawab mereka serempak.
            “Yang udah jadian PJ donk.” Kata Denisa.
            “Iya nich.” Timpal Morgan.
            “Kapan-kapan deh.” Kata Dicky.
            “Yee kapan-kapan itu kapan?” tanya Rafael. Lalu Bisma, Morgan, Rangga, Reza, Rafael dan Ilham bergantian menoyor kepala Dicky. Benjol deh tuh pasti.

 Candu ***      Aku berjalan menyusuri lorong Rumah Sakit. Jam kerja shiftku sudah berakhir. Waktunya kembali ke rumah dan merebahkan punggu...